Category: HEALTH

pexels-zba-banner-2156097684-34046871

Gangguan Neuromuskular pada Anjing Gejala dan Penyebab

Sistem neuromuskular pada anjing adalah jaringan kompleks yang melibatkan otak, sumsum tulang belakang, saraf, dan otot. Semua bagian ini bekerja sama agar anjing bisa bergerak, berjalan, berlari, hingga melakukan aktivitas sehari-hari. Namun, ketika sistem ini terganggu, anjing bisa mengalami masalah serius yang disebut gangguan neuromuskular.

Gangguan ini bisa memengaruhi cara anjing bergerak, berdiri, bahkan bernapas. Karena sifatnya cukup berbahaya, pemilik anjing perlu memahami apa itu gangguan neuromuskular, bagaimana gejalanya, serta apa yang harus dilakukan bila hewan kesayangan mengalaminya.

Apa Itu Gangguan Neuromuskular pada Anjing?

Gangguan neuromuskular adalah kondisi ketika hubungan antara saraf dan otot tidak bekerja sebagaimana mestinya. Biasanya, saraf mengirimkan sinyal listrik ke otot agar otot bergerak. Pada anjing dengan gangguan ini, sinyal saraf bisa terhambat, rusak, atau otot tidak merespons dengan benar.

Akibatnya, anjing dapat mengalami kelemahan, kesulitan bergerak, atau bahkan kelumpuhan. Dalam beberapa kasus, gangguan neuromuskular juga bisa mengganggu fungsi vital seperti pernapasan dan menelan.

Jenis-Jenis Gangguan Neuromuskular pada Anjing

Ada beberapa jenis kondisi neuromuskular yang bisa dialami anjing, di antaranya:

  1. Myasthenia Gravis
    Penyakit autoimun yang membuat sinyal saraf gagal ditangkap dengan baik oleh otot. Gejalanya berupa kelemahan otot yang parah, terutama setelah aktivitas.
  2. Polyradiculoneuritis
    Kondisi ini sering disebut “coonhound paralysis”, biasanya dipicu oleh sistem imun yang menyerang saraf. Anjing yang terkena bisa mengalami kelumpuhan bertahap.
  3. Distrofi Otot (Muscular Dystrophy)
    Penyakit bawaan yang menyebabkan otot melemah dan menyusut seiring waktu.
  4. Neuropati Perifer
    Gangguan pada saraf di luar otak dan sumsum tulang belakang. Bisa disebabkan oleh infeksi, trauma, atau faktor genetik.
  5. Gangguan Metabolik yang Memengaruhi Otot dan Saraf
    Misalnya hipotiroidisme, yang dapat membuat otot lemah dan saraf tidak berfungsi optimal.

Penyebab Gangguan Neuromuskular

Penyebab gangguan ini bisa beragam, tergantung jenis penyakit yang dialami. Beberapa faktor umum meliputi:

  • Faktor genetik: Beberapa ras anjing memiliki kecenderungan bawaan untuk mengalami masalah neuromuskular.
  • Penyakit autoimun: Tubuh menyerang jaringan saraf atau ototnya sendiri.
  • Infeksi: Virus atau bakteri tertentu dapat menyerang sistem saraf.
  • Keracunan: Paparan racun tertentu dapat merusak saraf.
  • Gangguan metabolisme: Masalah hormon atau organ dalam yang tidak seimbang bisa mengganggu fungsi neuromuskular.

Gejala Gangguan Neuromuskular pada Anjing

Pemilik anjing harus waspada terhadap tanda-tanda berikut:

  • Kelemahan otot yang terlihat setelah beraktivitas.
  • Kesulitan berjalan atau gaya berjalan yang tidak normal.
  • Gemetar atau tremor pada otot.
  • Kelumpuhan sebagian atau total, misalnya pada kaki belakang.
  • Kesulitan menelan atau mengunyah makanan.
  • Kesulitan bernapas, pada kasus yang sudah parah.
  • Suara anjing berubah, misalnya serak atau lemah.

Gejala bisa berkembang secara tiba-tiba atau bertahap. Jika dibiarkan, kondisi bisa semakin parah hingga mengancam nyawa.

Diagnosis Gangguan Neuromuskular

Untuk memastikan anjing mengalami gangguan neuromuskular, dokter hewan akan melakukan serangkaian pemeriksaan, antara lain:

  1. Pemeriksaan fisik lengkap untuk mengevaluasi refleks, tonus otot, dan kekuatan gerakan.
  2. Tes darah untuk melihat adanya gangguan metabolik atau penyakit autoimun.
  3. Elektromiografi (EMG) untuk mengukur aktivitas listrik pada otot.
  4. Tes konduksi saraf untuk memeriksa kecepatan sinyal listrik pada saraf.
  5. Pemeriksaan pencitraan seperti MRI atau CT scan bila diperlukan.

Pengobatan Gangguan Neuromuskular

Penanganan gangguan ini sangat bergantung pada penyebab yang mendasari. Beberapa pilihan pengobatan antara lain:

  • Obat-obatan autoimun: Seperti kortikosteroid atau imunosupresan, digunakan pada penyakit seperti Myasthenia Gravis.
  • Obat penunjang saraf: Suplemen vitamin B kompleks dan obat untuk meningkatkan fungsi saraf.
  • Terapi fisik (fisioterapi): Membantu mempertahankan kekuatan otot dan mencegah kekakuan.
  • Diet khusus: Pada kasus tertentu, makanan dengan nutrisi seimbang bisa mendukung kesehatan neuromuskular.
  • Ventilasi buatan atau rawat inap: Jika gangguan sudah mengganggu pernapasan.

Tidak semua gangguan neuromuskular bisa disembuhkan total, tetapi dengan pengobatan yang tepat, kualitas hidup anjing bisa tetap terjaga.

Perawatan di Rumah untuk Anjing dengan Gangguan Neuromuskular

Selain pengobatan medis, pemilik bisa membantu pemulihan anjing dengan langkah-langkah berikut:

  • Membatasi aktivitas berlebihan agar otot tidak semakin lemah.
  • Menyediakan tempat tidur yang empuk untuk mengurangi tekanan pada sendi dan otot.
  • Membantu anjing makan jika mengalami kesulitan menelan.
  • Melatih gerakan ringan sesuai arahan dokter hewan atau fisioterapis hewan.
  • Memberikan obat tepat waktu sesuai resep.

Pencegahan

Tidak semua gangguan neuromuskular bisa dicegah, terutama yang disebabkan oleh faktor genetik. Namun, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meminimalkan risikonya:

  • Rutin memeriksakan anjing ke dokter hewan.
  • Memberikan makanan bergizi seimbang.
  • Menghindarkan anjing dari racun atau bahan kimia berbahaya.
  • Menjaga kebersihan lingkungan agar anjing terhindar dari infeksi.

Kapan Harus ke Dokter Hewan?

Gangguan neuromuskular bukanlah kondisi yang bisa ditangani sendiri di rumah. Jika anjing menunjukkan tanda-tanda kelemahan, kesulitan berjalan, atau gejala kelumpuhan, segera bawa ke dokter hewan. Penanganan cepat sangat penting agar kondisi tidak semakin parah.
Apabila kamu melihat gejala neuromuskular pada anjingmu, segera kunjungi dokter hewan terdekat dengan menghubungi layanan call center Pet Care. Pet Care akan mencarikan dokter hewan terdekat dari lokasi Anda untuk melakukan pemeriksaan lengkap dan tenaga medis yang berpengalaman. Semakin cepat ditangani, semakin besar kemungkinan anjing bisa kembali beraktivitas normal dan terhindar dari komplikasi serius.

Jadi jangan ragu hubungi Pet Care sekarang!

pexels-mikhail-nilov-7470635

Waspada Telinga Anjing Bengkak karena Aural Hematoma

Telinga anjing adalah salah satu bagian tubuh yang sangat sensitif. Selain berfungsi sebagai indra pendengaran, telinga juga memiliki jaringan halus yang bisa mengalami masalah jika terkena trauma atau infeksi. Salah satu kondisi yang cukup sering dialami anjing adalah aural hematoma, yaitu pembengkakan pada telinga akibat penumpukan darah di antara kulit dan tulang rawan. Kondisi ini tidak hanya membuat penampilan telinga anjing berubah, tetapi juga bisa menimbulkan rasa sakit dan ketidaknyamanan yang signifikan.

Apa Itu Aural Hematoma?

Aural hematoma adalah kondisi ketika pembuluh darah kecil di telinga anjing pecah dan menyebabkan darah terkumpul di bawah kulit telinga. Akibatnya, telinga anjing bengkak, terasa lunak atau teraba seperti berisi cairan. Pada beberapa kasus, pembengkakan bisa cukup besar hingga membuat telinga terlipat atau menggantung tidak normal.

Secara sederhana, aural hematoma mirip seperti “memar besar” di dalam telinga anjing, hanya saja posisinya lebih parah karena darah terjebak di satu area tanpa bisa keluar.

Penyebab Telinga pada Anjing Bengkak

Ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya kondisi ini, di antaranya:

  1. Trauma atau Goresan
    Ketika anjing menggaruk telinganya terlalu keras, baik karena gatal atau iritasi, pembuluh darah kecil bisa pecah. Anjing juga bisa mengguncang kepala terlalu kuat, misalnya ketika merasa ada sesuatu yang mengganggu telinga, sehingga jaringan halusnya mengalami kerusakan.
  2. Infeksi Telinga (Otitis)
    Infeksi telinga adalah penyebab paling umum aural hematoma. Infeksi membuat telinga terasa gatal dan sakit, sehingga anjing sering menggaruk atau mengguncang kepala. Dari situlah pembuluh darah bisa pecah.
  3. Parasit Telinga
    Kutu telinga (ear mites) juga dapat membuat anjing merasa sangat tidak nyaman. Aktivitas menggaruk yang intens untuk mengurangi rasa gatal dapat memicu hematoma.
  4. Alergi Kulit
    Beberapa anjing mengalami alergi yang memengaruhi kulit dan telinga. Saat alergi kambuh, rasa gatal bisa membuat anjing terus-menerus menggaruk.
  5. Cedera Fisik
    Kadang, aural hematoma bisa muncul akibat benturan, gigitan anjing lain saat bermain, atau kecelakaan yang mengenai telinga.

Gejala Aural Hematoma

Anjing yang mengalami aural hematoma atau telinga bengkak biasanya menunjukkan tanda-tanda berikut:

  • Telinga bengkak dengan bentuk menggembung, terasa hangat, dan lunak saat disentuh.
  • Anjing sering menggelengkan kepala atau menggaruk telinganya berulang kali.
  • Perubahan bentuk telinga, misalnya terlihat menggantung atau melipat tidak normal.
  • Nyeri saat disentuh, anjing bisa merengek atau menghindar saat telinga disentuh.
  • Perilaku gelisah karena rasa sakit dan ketidaknyamanan.

Jika tidak segera ditangani, telinga bisa menjadi lebih parah, bahkan menyebabkan bentuk telinga permanen yang disebut “cauliflower ear” (telinga menyerupai kembang kol).

Diagnosa Aural Hematoma

Diagnosis dilakukan oleh dokter hewan dengan pemeriksaan fisik. Dokter biasanya akan meraba telinga untuk memastikan adanya cairan atau darah yang terperangkap di dalamnya. Selain itu, dokter juga akan memeriksa telinga bagian dalam menggunakan otoskop untuk mencari penyebab utamanya, seperti infeksi atau parasit.

Dalam beberapa kasus, dokter mungkin akan melakukan tes sitologi (mengambil sampel cairan atau kotoran telinga) untuk mengetahui apakah ada bakteri, jamur, atau parasit yang menyebabkan masalah.

Pengobatan Aural Hematoma pada Anjing

Penanganan aural hematoma tergantung pada tingkat keparahan dan penyebabnya. Beberapa metode yang umum dilakukan antara lain:

1. Drainase Cairan

Dokter hewan dapat menyedot darah menggunakan jarum suntik. Namun, metode ini sering kali hanya memberikan perbaikan sementara karena darah bisa kembali terkumpul jika penyebab utamanya tidak diatasi.

2. Operasi (Surgical Drainage)

Operasi biasanya menjadi pilihan utama, terutama jika hematoma berukuran besar. Dokter akan membuat sayatan kecil untuk mengeluarkan darah, lalu menjahit telinga dengan teknik khusus agar kulit kembali menempel pada tulang rawan. Operasi ini membantu mencegah telinga berubah bentuk permanen.

3. Perawatan Penyebab Utama

Jika hematoma disebabkan oleh infeksi atau parasit, dokter hewan juga akan memberikan obat tetes telinga, antibiotik, atau antiparasit untuk mengatasi masalah dasarnya. Tanpa penanganan penyebab utama, hematoma bisa kambuh.

4. Pereda Nyeri dan Anti-Inflamasi

Anjing biasanya akan diberikan obat pereda nyeri atau anti-inflamasi untuk mengurangi rasa sakit dan peradangan.

Perawatan Setelah Pengobatan

Setelah pengobatan, telinga anjing memerlukan perawatan khusus agar proses penyembuhan berjalan baik:

  • Gunakan pelindung kepala (Elizabethan collar) agar anjing tidak menggaruk telinganya lagi.
  • Bersihkan telinga secara rutin sesuai arahan dokter untuk mencegah infeksi berulang.
  • Pantau tanda-tanda kambuh, seperti bengkak atau anjing kembali sering menggaruk telinga.
  • Ikuti jadwal kontrol ke dokter hewan agar pemulihan bisa dipantau dengan baik.

Komplikasi Jika Tidak Diobati

Jika aural hematoma dibiarkan tanpa perawatan, beberapa komplikasi bisa terjadi:

  • Bentuk telinga permanen berubah (cauliflower ear).
  • Nyeri berkepanjangan yang membuat anjing stres.
  • Infeksi lebih parah, jika penyebab utamanya tidak ditangani.
  • Gangguan pendengaran dalam kasus infeksi yang menyebar ke saluran telinga bagian dalam.

Pencegahan Aural Hematoma

Mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah aural hematoma antara lain:

  1. Rutin membersihkan telinga anjing untuk mencegah penumpukan kotoran atau infeksi.
  2. Periksa telinga secara berkala, terutama jika anjing memiliki telinga panjang dan terkulai yang rentan infeksi.
  3. Obati infeksi telinga sedini mungkin agar tidak berlanjut menjadi hematoma.
  4. Lindungi anjing dari kutu telinga dengan obat antiparasit sesuai rekomendasi dokter.
  5. Perhatikan tanda awal, seperti anjing sering menggelengkan kepala atau menggaruk telinga, lalu segera periksakan ke dokter hewan.

Apabila kamu menemukan gejala aural hematoma pada anjingmu, segera kunjungi  dokter hewan terdekat dengan menghubungi layanan call center Pet Care.. Dengan penanganan profesional, anjing kesayangan bisa kembali sehat, nyaman, dan ceria.

Jadi jangan ragu hubungi Pet Care sekarang!

steptodown.com743328

Mengenal Feline Lymphoma pada Kucing Sejak Dini

Kucing adalah hewan yang identik dengan keceriaan, rasa penasaran, dan kehangatan. Namun, ada satu penyakit serius yang sering kali mengintai kucing tanpa gejala awal yang jelas, yaitu feline lymphoma. Penyakit ini merupakan salah satu jenis kanker paling umum pada kucing.

Banyak pemilik kucing tidak menyadari bahwa perubahan kecil dalam perilaku atau nafsu makan bisa menjadi tanda masalah besar. Feline lymphoma perlu dikenali sejak dini karena pengobatan yang cepat dan tepat bisa memperpanjang serta meningkatkan kualitas hidup kucing.

Apa Itu Feline Lymphoma?

Feline lymphoma adalah kanker yang berasal dari sel limfosit, yaitu bagian dari sistem kekebalan tubuh kucing. Sel ini biasanya melawan infeksi, tetapi pada kondisi tertentu tumbuh tidak terkendali hingga membentuk tumor.

Lymphoma bisa muncul di berbagai bagian tubuh kucing, seperti saluran pencernaan, kelenjar getah bening, dada, hingga ginjal. Jenis kanker ini menyumbang sekitar 30% dari semua kasus kanker pada kucing, menjadikannya salah satu yang paling sering ditemui.

Faktor Risiko Feline Lymphoma

Ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko kucing terkena penyakit ini:

  • Infeksi virus FeLV (Feline Leukemia Virus): Virus ini sangat terkait dengan kasus lymphoma.
  • Infeksi virus FIV (Feline Immunodeficiency Virus): Melemahkan sistem imun, membuat kucing lebih rentan terhadap kanker.
  • Usia: Umumnya terjadi pada kucing dewasa hingga tua, tetapi bisa juga menyerang kucing muda.
  • Lingkungan: Paparan asap rokok dalam jangka panjang meningkatkan risiko.
  • Genetik: Beberapa ras mungkin memiliki kerentanan lebih tinggi.

Jenis-Jenis Feline Lymphoma

Lymphoma pada kucing dibedakan berdasarkan lokasi utama kanker muncul.

  1. Alimentary lymphoma
    Jenis paling umum, menyerang saluran pencernaan. Ditandai dengan muntah, diare, dan penurunan berat badan.
  2. Mediastinal lymphoma
    Menyerang area dada (mediastinum). Bisa menimbulkan kesulitan bernapas dan penurunan nafsu makan.
  3. Multicentric lymphoma
    Kanker muncul di beberapa kelenjar getah bening sekaligus. Kucing tampak lemah dan kelenjar teraba membesar.
  4. Renal lymphoma
    Terjadi pada ginjal, bisa menyebabkan gagal ginjal.
  5. Extranodal lymphoma
    Jarang terjadi, menyerang bagian tubuh lain seperti kulit, hidung, atau mata.

Gejala Feline Lymphoma

Gejala lymphoma pada kucing sering kali samar dan berbeda-beda, tergantung lokasi kanker. Namun, beberapa tanda umum yang perlu diwaspadai antara lain:

  • Penurunan berat badan drastis.
  • Kehilangan nafsu makan.
  • Muntah atau diare kronis.
  • Perut membesar atau terasa keras.
  • Pembengkakan kelenjar getah bening.
  • Kesulitan bernapas (jika menyerang dada).
  • Lesu, tidak aktif, dan cepat lelah.

Karena gejala mirip penyakit lain, diagnosis profesional sangat penting.

Bagaimana Diagnosis Dilakukan?

Dokter hewan akan melakukan pemeriksaan menyeluruh untuk memastikan apakah kucing benar menderita lymphoma. Beberapa metode diagnosis yang umum:

  1. Pemeriksaan fisik – memeriksa kelenjar getah bening, perut, dan kondisi tubuh.
  2. Tes darah – untuk melihat tanda infeksi FeLV atau FIV, serta kondisi organ.
  3. Pencitraan (X-ray/USG) – membantu melihat tumor di dada atau perut.
  4. Biopsi atau aspirasi jarum halus – mengambil sampel sel/tumor untuk pemeriksaan laboratorium.

Diagnosis akurat sangat penting karena menentukan jenis pengobatan yang akan diberikan.

Pengobatan Feline Lymphoma

Sayangnya, lymphoma pada kucing tidak bisa disembuhkan sepenuhnya, tetapi bisa dikendalikan. Tujuannya adalah memperlambat perkembangan penyakit dan meningkatkan kualitas hidup kucing.

Beberapa metode pengobatan yang biasa digunakan:

  • Kemoterapi: Terapi utama untuk lymphoma. Banyak kucing menoleransi kemoterapi lebih baik dibanding manusia, dengan efek samping yang lebih ringan.
  • Steroid (Prednisolone): Bisa digunakan sendiri atau bersamaan dengan kemoterapi untuk mengurangi gejala dan memperlambat pertumbuhan kanker.
  • Terapi suportif: Pemberian cairan, obat anti mual, suplemen, dan diet khusus untuk membantu kucing tetap nyaman.

Prognosis dan Harapan Hidup

Prognosis lymphoma sangat bervariasi, tergantung jenis dan respon terhadap pengobatan.

  • Dengan kemoterapi lengkap, kucing bisa bertahan hidup antara 6 bulan hingga 2 tahun.
  • Jika hanya menggunakan steroid, harapan hidup biasanya 2–4 bulan.
  • Kucing yang terinfeksi FeLV sering memiliki prognosis lebih buruk.

Meskipun angka ini tampak menakutkan, banyak kucing yang bisa tetap menjalani hidup berkualitas dengan perawatan yang tepat.

Cara Merawat Kucing dengan Lymphoma di Rumah

Selain pengobatan medis, perawatan di rumah sangat penting untuk kenyamanan kucing:

  • Berikan makanan bernutrisi tinggi dan mudah dicerna.
  • Sediakan lingkungan yang tenang, jauh dari stres.
  • Pantau berat badan dan nafsu makan setiap hari.
  • Ikuti jadwal pengobatan sesuai arahan dokter hewan.
  • Perhatikan tanda-tanda kambuh seperti muntah berulang atau kesulitan bernapas.

Bisa Dicegahkah Feline Lymphoma?

Pencegahan total memang sulit karena kanker sering terjadi tanpa penyebab tunggal. Namun, ada langkah-langkah untuk menurunkan risikonya:

  • Vaksinasi FeLV untuk melindungi kucing dari virus penyebab utama lymphoma.
  • Jauhkan kucing dari paparan asap rokok.
  • Rutin periksa ke dokter hewan agar tanda-tanda awal bisa terdeteksi.
  • Berikan pola makan sehat yang mendukung daya tahan tubuh.

Jika kucingmu menunjukkan tanda-tanda mencurigakan seperti berat badan turun drastis, muntah berulang, atau pembengkakan kelenjar, segera bawa ke dokter hewan terdekat dengan menghubungi layanan call center Pet Care. Penanganan cepat bisa membuat perbedaan besar dalam perjalanan penyakit ini.

Jadi jangan ragu hubungi Pet Care sekarang!

pexels-tima-miroshnichenko-6235016

Waspada! 4 Penyakit Anjing Ini Bisa Menular ke Manusia

Anjing dikenal sebagai sahabat setia manusia. Mereka bisa menjadi teman bermain, penjaga rumah, bahkan bagian penting dari keluarga. Namun, di balik sifat setianya, ada sisi yang perlu diwaspadai: anjing dapat menularkan beberapa penyakit berbahaya kepada manusia. Penyakit anjing yang bisa menular dari hewan ke manusia disebut zoonosis.

Beberapa penyakit zoonosis yang umum berasal dari anjing antara lain rabies, leptospira, toxoplasma, dan ringworm. Masing-masing penyakit ini punya cara penularan, gejala, serta tingkat bahaya yang berbeda. Mengetahui lebih dalam tentang penyakit-penyakit ini sangat penting agar pemilik anjing bisa menjaga kesehatan diri sekaligus hewan peliharaannya.

1. Rabies

    Rabies adalah salah satu penyakit anjing menular paling terkenal dan paling berbahaya. Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang menyerang sistem saraf pusat. Penularannya terjadi melalui gigitan atau air liur anjing yang terinfeksi.

    Gejala pada Anjing

    Anjing yang terkena rabies biasanya menunjukkan perubahan perilaku yang drastis. Dari anjing yang tenang bisa menjadi agresif, gelisah, sulit menelan, hingga mengeluarkan air liur berlebihan. Pada tahap akhir, anjing akan mengalami kelumpuhan dan akhirnya meninggal.

    Gejala pada Manusia

    Pada manusia, rabies ditandai dengan demam, sakit kepala, kesemutan di area gigitan, diikuti gejala serius seperti kejang, halusinasi, hingga hidrofobia (takut air). Jika tidak segera ditangani, rabies hampir selalu berakhir dengan kematian.

    Pencegahan

    Rabies sebenarnya bisa dicegah dengan vaksinasi rutin pada anjing dan segera memberikan vaksin pasca-gigitan pada manusia. Kesadaran akan pentingnya vaksinasi menjadi kunci utama melawan penyakit ini

    2. Leptospira

      Leptospira atau leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira interrogans. Bakteri ini keluar melalui urine anjing yang terinfeksi dan bisa mencemari air, tanah, atau benda yang kemudian disentuh manusia.

      Gejala pada Anjing

      Anjing yang terkena leptospirosis dapat menunjukkan gejala seperti demam, muntah, diare, lesu, hingga gagal ginjal. Beberapa anjing bisa menjadi carrier (pembawa bakteri) tanpa menunjukkan gejala, tetapi tetap menularkan penyakit.

      Gejala pada Manusia

      Pada manusia, leptospirosis menyebabkan gejala flu berat: demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, mual, muntah, dan mata merah. Pada kasus parah, bisa terjadi kerusakan ginjal, hati, atau meningitis.

      Pencegahan

      Pencegahan leptospira meliputi:

      • Vaksinasi leptospirosis untuk anjing.
      • Hindari kontak langsung dengan urine anjing.
      • Jaga kebersihan lingkungan, terutama di area lembap yang rawan tercemar.

      3. Toxoplasma

        Toxoplasmosis disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii. Penyakit ini lebih dikenal menular dari kucing, tetapi anjing juga bisa menjadi pembawa parasit dengan cara mengonsumsi daging mentah, bangkai hewan, atau makanan yang terkontaminasi.

        Gejala pada Anjing

        Anjing yang terinfeksi toxoplasma sering kali tidak menunjukkan gejala jelas. Namun, pada kasus tertentu bisa terjadi demam, lesu, diare, atau gangguan saraf.

        Gejala pada Manusia

        Pada manusia sehat, toxoplasma biasanya hanya menimbulkan gejala ringan mirip flu. Tetapi, pada ibu hamil atau orang dengan sistem imun lemah, toxoplasma sangat berbahaya. Bisa menyebabkan keguguran, cacat lahir, hingga kerusakan organ.

        Pencegahan

        Beberapa langkah penting mencegah toxoplasma:

        • Jangan memberi anjing daging mentah atau setengah matang.
        • Jaga kebersihan kandang dan area bermain.
        • Hindari kontak langsung dengan kotoran hewan.

        4. Ringworm

          Ringworm atau dermatofitosis bukan cacing, melainkan infeksi jamur yang menyerang kulit, bulu, dan kuku. Penyakit ini sangat menular dan bisa berpindah dari anjing ke manusia hanya dengan kontak langsung.

          Gejala pada Anjing

          Anjing yang terkena ringworm biasanya mengalami kerontokan bulu berbentuk melingkar, kulit bersisik, gatal, dan kemerahan. Infeksi sering muncul di kepala, telinga, atau kaki.

          Gejala pada Manusia

          Pada manusia, ringworm menyebabkan bercak merah berbentuk cincin di kulit yang terasa gatal. Jika menyerang kulit kepala, bisa menyebabkan kerontokan rambut.

          Pencegahan

          • Segera obati anjing yang terkena ringworm dengan obat antijamur.
          • Rajin membersihkan tempat tidur, mainan, dan peralatan anjing.
          • Hindari berbagi peralatan pribadi dengan hewan yang sedang sakit.

          Dampak Serius bagi Kesehatan Manusia

          Empat penyakit di atas menunjukkan bahwa interaksi dengan anjing harus disertai kewaspadaan. Rabies bisa mengancam nyawa, leptospira bisa merusak organ vital, toxoplasma berisiko fatal pada ibu hamil, dan ringworm meski tidak mematikan tetap mengganggu kualitas hidup.

          Risiko penularan akan semakin tinggi jika pemilik tidak menjaga kebersihan, mengabaikan vaksinasi, atau membiarkan anjing berkeliaran tanpa pengawasan.

          Peran Pemilik Anjing dalam Pencegahan

          Sebagai pemilik anjing, ada beberapa langkah sederhana namun sangat penting untuk mencegah penularan penyakit ke manusia:

          1. Vaksinasi rutin, termasuk rabies dan leptospira.
          2. Menjaga kebersihan kandang, tempat tidur, dan peralatan anjing.
          3. Memberikan makanan yang aman, hindari daging mentah.
          4. Memandikan anjing secara teratur agar terhindar dari jamur dan parasit.
          5. Segera bawa anjing ke dokter hewan jika muncul gejala sakit, jangan tunggu parah.
          6. Gunakan sarung tangan saat membersihkan kotoran atau urine anjing.

          Jika anjingmu menunjukkan tanda-tanda sakit, segera bawa ke dokter hewan terdekat dengan menghubungi layanan call center Pet Care.  Dengan penanganan yang tepat, kamu bisa melindungi kesehatan anjing sekaligus keluargamu. Jadi jangan ragu hubungi Pet Care sekarang!

          steptodown.com942432

          Mengenal Pemphigus Foliaceus Penyakit Autoimun yang Jarang Diketahui

          Kucing sering kali terlihat lincah, sehat, dan memiliki bulu yang indah. Namun, ada kalanya pemilik dikejutkan dengan munculnya masalah kulit serius yang membuat kucing tampak tidak nyaman. Salah satu penyakit kulit yang jarang diketahui tetapi cukup berbahaya adalah pemphigus foliaceus. Penyakit ini tergolong dalam gangguan autoimun yang memengaruhi kulit kucing, menyebabkan luka, keropeng, hingga kerontokan bulu.

          Banyak pemilik kucing awalnya mengira masalah ini hanya sekadar alergi atau infeksi kulit biasa. Padahal, pemphigus foliaceus membutuhkan diagnosis tepat dan pengobatan jangka panjang. Artikel ini akan membahas lebih dalam tentang apa itu pemphigus foliaceus, gejala, penyebab, hingga cara penanganannya.


          Apa Itu Pemphigus Foliaceus?

          Pemphigus foliaceus adalah salah satu jenis penyakit autoimun pada kulit. Pada kondisi ini, sistem kekebalan tubuh kucing justru menyerang sel-sel kulit sehat. Akibatnya, kulit kehilangan pertahanan normalnya, sehingga terbentuk lepuhan (pustula), kerak, dan luka yang mudah pecah.

          Penyakit ini cukup jarang terjadi, tetapi merupakan bentuk pemphigus yang paling sering dijumpai pada kucing dibanding jenis autoimun kulit lainnya. Biasanya, penyakit ini muncul pada kucing dewasa atau tua, meskipun bisa juga menyerang kucing muda.

          Bagaimana Penyakit Ini Terjadi?

          Secara sederhana, pemphigus foliaceus muncul karena adanya gangguan sistem imun. Antibodi yang seharusnya melawan infeksi justru menyerang protein di antara sel-sel kulit. Akibat serangan ini, sel-sel kulit terpisah satu sama lain, menyebabkan terbentuknya lepuhan berisi cairan yang kemudian pecah menjadi luka terbuka.

          Meski penyebab pastinya belum diketahui sepenuhnya, ada beberapa faktor yang diyakini berperan, antara lain:

          • Faktor genetik: Beberapa ras kucing mungkin lebih rentan.
          • Reaksi obat: Pemakaian obat tertentu bisa memicu respons autoimun.
          • Infeksi: Penyakit kulit lain bisa memicu gangguan sistem kekebalan.
          • Lingkungan: Stres, nutrisi buruk, atau paparan zat kimia tertentu bisa memperburuk kondisi.

          Gejala Pemphigus Foliaceus pada Kucing

          Gejala pemphigus foliaceus bervariasi tergantung tingkat keparahannya. Namun, tanda-tanda yang paling umum terlihat adalah:

          • Keropeng dan luka berkerak pada wajah, telinga, hidung, dan cakar.
          • Lepuhan kecil berisi nanah (pustula) yang mudah pecah.
          • Kerontokan bulu di sekitar area yang terkena luka.
          • Kulit merah, gatal, dan terasa sakit.
          • Pembengkakan kelenjar getah bening di sekitar area luka.
          • Pada kasus berat, bisa muncul demam, penurunan nafsu makan, dan kelesuan.

          Biasanya, luka pertama kali muncul di sekitar wajah atau telinga, kemudian menyebar ke bagian tubuh lain. Pada banyak kasus, telapak kaki juga mengalami luka, membuat kucing kesulitan berjalan.

          Diagnosis Pemphigus Foliaceus

          Diagnosis pemphigus foliaceus tidak bisa dilakukan hanya dengan melihat gejalanya, karena mirip dengan penyakit kulit lain seperti alergi, infeksi jamur, atau scabies. Dokter hewan biasanya akan melakukan beberapa pemeriksaan:

          1. Pemeriksaan fisik: Mengamati lokasi luka, keropeng, dan distribusinya.
          2. Sitologi kulit: Mengambil sampel cairan dari pustula untuk melihat ada tidaknya sel abnormal.
          3. Biopsi kulit: Proses paling akurat, dengan mengambil potongan jaringan kulit untuk pemeriksaan mikroskopis.
          4. Tes darah: Untuk melihat kondisi kesehatan umum kucing serta menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.

          Melalui rangkaian pemeriksaan ini, dokter hewan bisa memastikan apakah kucing benar-benar menderita pemphigus foliaceus atau tidak.

          Pengobatan Pemphigus Foliaceus

          Karena ini adalah penyakit autoimun, pemphigus foliaceus tidak bisa benar-benar disembuhkan, tetapi bisa dikendalikan dengan pengobatan. Tujuannya adalah menekan sistem imun agar tidak menyerang kulit kucing secara berlebihan.

          Beberapa langkah pengobatan yang umum dilakukan antara lain:

          • Kortikosteroid (prednisolone, dexamethasone) untuk menekan reaksi imun.
          • Obat imunosupresif lain seperti chlorambucil atau cyclosporine jika kortikosteroid saja tidak cukup.
          • Antibiotik bila ada infeksi sekunder akibat luka terbuka.
          • Perawatan luka kulit dengan salep antiseptik atau obat topikal sesuai anjuran dokter.
          • Nutrisi seimbang untuk mendukung penyembuhan kulit.

          Pengobatan biasanya bersifat jangka panjang dan membutuhkan pengawasan rutin ke dokter hewan, karena obat imunosupresif bisa menimbulkan efek samping seperti penurunan kekebalan tubuh terhadap infeksi lain.

          Prognosis dan Perjalanan Penyakit

          Prognosis pemphigus foliaceus pada kucing tergolong hati-hati. Ada kucing yang merespons baik terhadap pengobatan dan bisa hidup normal dengan terapi jangka panjang. Namun, ada juga kasus yang sulit dikendalikan, sehingga kambuh berulang kali.

          Hal yang paling penting adalah pemilik harus sabar dan konsisten menjalani pengobatan sesuai arahan dokter. Dengan pengelolaan yang tepat, kualitas hidup kucing masih bisa terjaga.

          Cara Merawat Kucing dengan Pemphigus Foliaceus di Rumah

          Selain pengobatan medis, perawatan di rumah juga sangat berpengaruh terhadap kondisi kucing. Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:

          • Memberikan makanan bergizi tinggi untuk mendukung kekebalan tubuh.
          • Menjaga kebersihan kulit dengan membersihkan kerak secara lembut sesuai arahan dokter.
          • Menghindari stres karena stres bisa memperburuk penyakit autoimun.
          • Memberikan obat sesuai jadwal dan tidak menghentikan pengobatan tanpa persetujuan dokter.
          • Memantau kondisi kulit setiap hari untuk mengetahui perkembangan penyakit.

          Bisakah Pemphigus Foliaceus Dicegah?

          Sayangnya, pemphigus foliaceus tidak bisa sepenuhnya dicegah karena penyebab pastinya belum diketahui. Namun, ada beberapa langkah yang bisa menurunkan risikonya, seperti:

          • Menghindari penggunaan obat-obatan tanpa resep dokter.
          • Menjaga daya tahan tubuh kucing dengan nutrisi yang baik.
          • Memberikan vaksinasi lengkap agar kucing tidak mudah sakit.
          • Mengurangi paparan zat kimia berbahaya di lingkungan rumah.

          Jika kucingmu menunjukkan gejala kulit parah seperti luka berkerak, lepuhan, atau kerontokan bulu yang tidak biasa, segera bawa ke dokter hewan terdekat dengan menghubungi layanan call center Pet Care. Penanganan cepat akan sangat menentukan perjalanan penyakit ini. Jadi jangan ragu hubungi Pet Care sekarang!

          pexels-alexasfotos-7364544

          Perilaku Agresif Anjing: Sinyal Penting Adanya Penyakit

          Anjing dikenal sebagai hewan yang setia, penuh kasih, dan mampu menjalin ikatan emosional yang kuat dengan pemiliknya. Namun, tidak jarang pemilik anjing terkejut ketika hewan peliharaannya tiba-tiba menunjukkan perilaku agresif, padahal biasanya tenang dan ramah. Agresivitas pada anjing memang bisa dipengaruhi oleh faktor lingkungan, pelatihan, atau insting alami. Tetapi, ada satu hal penting yang sering luput dari perhatian: perilaku agresif bisa menjadi tanda adanya penyakit atau masalah kesehatan pada anjing.

          Memahami hubungan antara kesehatan fisik dan perubahan perilaku sangat penting agar pemilik dapat segera mengambil tindakan yang tepat. Dengan begitu, anjing bisa kembali sehat sekaligus terhindar dari risiko yang lebih serius.

          Mengapa Perubahan Perilaku Bisa Menjadi Tanda Penyakit?

          Tubuh anjing bekerja dengan sistem yang kompleks. Ketika ada bagian tubuh yang terganggu, biasanya muncul gejala fisik seperti demam, muntah, atau lesu. Namun, anjing juga mengekspresikan rasa sakit, ketidaknyamanan, atau stres melalui perubahan perilaku, termasuk agresivitas.

          Misalnya, anjing yang mengalami nyeri pada persendian mungkin menjadi sensitif ketika disentuh. Anjing yang biasanya suka dielus bisa tiba-tiba menggonggong, menggeram, atau bahkan mencoba menggigit jika bagian tubuhnya yang sakit tersentuh. Dengan kata lain, agresi bukan semata sifat buruk, melainkan bentuk komunikasi bahwa ada sesuatu yang salah dengan tubuhnya.

          Jenis-Jenis Agresi yang Berkaitan dengan Penyakit

          Tidak semua agresivitas anjing memiliki penyebab yang sama. Ada beberapa pola perilaku agresif yang sering muncul akibat gangguan kesehatan:

          1. Agresi Karena Rasa Sakit

          Anjing yang menderita penyakit sendi, radang, cedera, atau masalah gigi biasanya menjadi mudah marah. Mereka ingin melindungi bagian tubuh yang sakit agar tidak disentuh.

          2. Agresi Karena Gangguan Saraf

          Penyakit yang menyerang otak dan sistem saraf, seperti epilepsi atau tumor otak, bisa memengaruhi emosi dan kontrol perilaku anjing. Hasilnya, anjing bisa lebih cepat tersulut amarah tanpa alasan jelas.

          3. Agresi Karena Gangguan Hormon

          Ketidakseimbangan hormon akibat penyakit tiroid, misalnya hipotiroidisme, juga bisa mengubah suasana hati anjing. Beberapa penelitian menunjukkan anjing dengan gangguan tiroid lebih rentan menjadi agresif.

          4. Agresi Karena Infeksi

          Infeksi tertentu, seperti rabies, secara langsung menimbulkan perubahan perilaku ekstrem. Rabies dikenal membuat anjing menjadi sangat agresif, gelisah, dan kehilangan kontrol diri.

          Penyakit yang Sering Ditandai dengan Agresivitas

          Beberapa penyakit yang paling sering berkaitan dengan munculnya perilaku agresif pada anjing antara lain:

          • Artritis atau nyeri sendi: Umum terjadi pada anjing tua, menyebabkan rasa sakit saat bergerak.
          • Penyakit gigi: Gigi berlubang, abses, atau radang gusi bisa membuat anjing enggan disentuh di area kepala dan mulut.
          • Gangguan neurologis: Termasuk epilepsi, tumor otak, atau gangguan sistem saraf lain.
          • Rabies: Penyakit mematikan yang ditularkan lewat gigitan hewan. Agresivitas ekstrem adalah gejala khasnya.
          • Gangguan tiroid: Hipotiroidisme dapat menyebabkan perubahan suasana hati dan tingkat energi.
          • Masalah pencernaan: Rasa sakit pada perut bisa membuat anjing lebih mudah marah ketika digendong atau disentuh.

          Ciri-Ciri Agresivitas Karena Penyakit vs Agresivitas Normal

          Penting untuk membedakan agresivitas karena faktor kesehatan dengan agresivitas akibat faktor lain seperti pelatihan yang salah atau insting melindungi diri.

          • Agresivitas karena penyakit biasanya muncul tiba-tiba, tanpa ada riwayat perilaku kasar sebelumnya.
          • Anjing tampak lebih sensitif disentuh di area tubuh tertentu.
          • Ada gejala penyerta seperti pincang, demam, muntah, kehilangan nafsu makan, atau perubahan pola tidur.
          • Agresivitas tidak konsisten—kadang muncul hanya ketika anjing merasa sakit atau tertekan.

          Sementara itu, agresivitas normal lebih sering dipicu oleh situasi lingkungan, seperti bertemu anjing asing, melindungi makanan, atau menjaga wilayahnya.

          Dampak Jika Dibiarkan

          Mengabaikan perilaku agresif anjing yang ternyata disebabkan oleh penyakit bisa berakibat serius. Pertama, kondisi kesehatan yang mendasari bisa semakin parah, bahkan mengancam nyawa. Kedua, agresivitas yang tidak ditangani bisa menimbulkan risiko bagi pemilik maupun orang lain, misalnya terjadi gigitan. Selain itu, anjing juga bisa semakin stres karena rasa sakitnya tidak kunjung diatasi.

          Apa yang Harus Dilakukan Pemilik?

          Ketika pemilik mendapati anjingnya tiba-tiba agresif, langkah pertama adalah tidak panik. Alih-alih menghukum atau memarahi, pemilik sebaiknya mencoba memahami penyebabnya. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:

          1. Amati perubahan perilaku: Catat kapan agresivitas muncul, apa pemicunya, dan bagaimana reaksi anjing.
          2. Perhatikan gejala fisik: Apakah ada tanda-tanda sakit, pincang, lemas, atau perubahan pola makan.
          3. Hindari kontak fisik berlebihan: Jika anjing terlihat kesakitan, jangan memaksa untuk menggendong atau menyentuh area tubuh tertentu.
          4. Segera periksakan ke dokter hewan: Pemeriksaan medis adalah langkah paling tepat untuk memastikan penyebabnya. Dokter bisa melakukan pemeriksaan fisik, tes darah, atau radiologi jika diperlukan.
          5. Ikuti saran dokter: Jika agresivitas disebabkan penyakit, pengobatan yang tepat akan mengurangi rasa sakit dan membantu perilaku anjing kembali normal.

          Pencegahan Perilaku Agresif Karena Penyakit

          Lebih baik mencegah daripada mengobati. Agar anjing tetap sehat dan terhindar dari agresivitas akibat penyakit, pemilik bisa melakukan langkah-langkah berikut:

          • Rutin melakukan pemeriksaan kesehatan ke dokter hewan.
          • Memberikan vaksinasi lengkap, termasuk rabies.
          • Menjaga pola makan seimbang dengan nutrisi yang sesuai usia dan kebutuhan anjing.
          • Memberikan aktivitas fisik teratur untuk menjaga kesehatan sendi dan otot.
          • Menjaga kebersihan mulut dan gigi dengan menyikat gigi atau memberikan dental treat.
          • Mengamati perubahan perilaku sekecil apa pun dan segera mengambil tindakan bila ada yang tidak biasa.

          Kapan Harus Membawa Kucing ke Dokter Hewan Pet Care?

          Jika anjingmu tiba-tiba menunjukkan perilaku agresif tanpa alasan yang jelas, jangan menunggu terlalu lama.  dokter hewan terdekat dengan menghubungi layanan call center Pet Care. Dengan pemeriksaan yang tepat, dokter bisa menemukan penyebab agresivitasnya, apakah karena rasa sakit, infeksi, atau masalah kesehatan lain. Penanganan cepat akan membantu anjingmu kembali sehat dan tenang, sekaligus menjaga keamanan keluarga di rumah. 

          Jadi jangan ragu hubungi Pet Care sekarang!

          steptodown.com724551

          3 Vaksin Kucing Yang Wajib Diberikan Saat Mengadopsi Kucing

          Mengadopsi kucing adalah pengalaman yang menyenangkan sekaligus penuh tanggung jawab. Saat kucing baru menjadi bagian dari keluarga, kamu tentu ingin memberikan yang terbaik agar ia sehat dan bahagia. Selain makanan bergizi, tempat tinggal yang nyaman, dan kasih sayang, ada satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan sejak awal: vaksinasi.

          Vaksin adalah perlindungan dasar bagi kucing terhadap berbagai penyakit berbahaya. Sama seperti bayi manusia yang mendapatkan imunisasi, kucing juga butuh vaksin untuk memperkuat daya tahan tubuhnya. Terutama di usia muda atau setelah diadopsi, vaksinasi menjadi langkah awal yang menentukan kesehatan jangka panjang si meong.

          Dalam artikel ini, kita akan membahas 3 vaksin pertama yang sebaiknya diberikan saat mengadopsi kucing, mengapa penting, serta apa yang perlu kamu perhatikan setelah vaksinasi.

          Mengapa Vaksinasi Kucing Itu Penting?

          Kucing, terutama yang masih kecil, punya sistem kekebalan tubuh yang belum sempurna. Tanpa vaksinasi, mereka rentan terkena infeksi virus atau bakteri yang bisa menyebabkan penyakit serius, bahkan mengancam nyawa.

          Vaksin bekerja dengan cara merangsang sistem imun kucing untuk mengenali dan melawan penyakit tertentu. Jadi, kalau suatu hari si kucing terpapar virus penyebab penyakit tersebut, tubuhnya sudah siap dengan “tentara” yang bisa melawan.

          Selain melindungi si kucing, vaksinasi juga membantu mencegah penularan penyakit ke kucing lain di rumah atau bahkan ke manusia dalam kasus penyakit tertentu.

          1. Vaksin Panleukopenia (Feline Panleukopenia Virus – FPV)

          Apa itu Panleukopenia?

          Feline Panleukopenia Virus (FPV) sering disebut juga sebagai distemper pada kucing. Penyakit ini disebabkan oleh virus parvovirus yang sangat menular dan bisa bertahan lama di lingkungan. Panleukopenia menyerang sistem pencernaan dan kekebalan tubuh, sehingga kucing menjadi sangat lemah.

          Gejala Panleukopenia:

          • Demam tinggi
          • Muntah dan diare parah, sering disertai darah
          • Kehilangan nafsu makan
          • Dehidrasi
          • Lesu dan lemah

          Penyakit ini berbahaya karena bisa menyebabkan kematian, terutama pada anak kucing.

          Mengapa Vaksin FPV Penting?

          Vaksin panleukopenia adalah salah satu vaksin inti bagi kucing. Dengan vaksin ini, risiko kucing terkena penyakit mematikan bisa ditekan secara drastis. Biasanya, vaksin pertama diberikan pada usia 6–8 minggu, lalu diulang (booster) beberapa kali sesuai anjuran dokter hewan.

          2. Vaksin Feline Viral Rhinotracheitis (FHV-1)

          Apa itu Feline Viral Rhinotracheitis?

          Feline Viral Rhinotracheitis (FHV-1) adalah penyakit yang disebabkan oleh herpesvirus kucing. Virus ini menyerang saluran pernapasan atas, mirip dengan flu berat pada manusia.

          Gejala FHV-1:

          • Bersin terus-menerus
          • Hidung berair atau tersumbat
          • Mata berair, merah, atau bengkak
          • Nafsu makan menurun karena hidung tersumbat
          • Demam ringan hingga tinggi

          Virus herpes ini bisa menetap seumur hidup di tubuh kucing. Artinya, meskipun sudah sembuh, kucing bisa mengalami kekambuhan saat stres atau daya tahan tubuhnya menurun.

          Mengapa Vaksin FHV-1 Penting?

          Vaksin FHV-1 tidak bisa benar-benar menghilangkan virus, tetapi sangat membantu mencegah gejala parah dan menekan risiko penularan ke kucing lain. Dengan vaksin, si meong bisa tetap hidup sehat meskipun terpapar virus.

          3. Vaksin Feline Calicivirus (FCV)

          Apa itu Feline Calicivirus?

          Feline Calicivirus (FCV) adalah penyakit menular yang juga menyerang sistem pernapasan kucing. Virus ini mirip dengan FHV-1, tapi bisa menimbulkan gejala tambahan di mulut dan sendi.

          Gejala FCV:

          • Bersin dan pilek
          • Luka atau sariawan di mulut
          • Air liur berlebihan
          • Demam
          • Kaku atau nyeri sendi sehingga kucing sulit berjalan

          Beberapa strain FCV bahkan bisa menimbulkan penyakit sistemik yang lebih serius dan berpotensi fatal.

          Mengapa Vaksin FCV Penting?

          Vaksin FCV termasuk dalam vaksin inti kucing karena virus ini sangat mudah menular. Dengan vaksin, kucing akan lebih terlindungi dari gejala berat yang menyakitkan. Biasanya vaksin FCV diberikan dalam satu paket bersama dengan vaksin FPV dan FHV-1.

          Bagaimana Jadwal Pemberian 3 Vaksin Pertama Ini?

          Biasanya dokter hewan akan memberikan kombinasi vaksin inti (FPV, FHV-1, dan FCV) dalam satu suntikan, yang dikenal dengan sebutan vaksin tricat atau core vaccine.

          Jadwal umumnya adalah:

          • Usia 6–8 minggu: Vaksin pertama
          • Usia 10–12 minggu: Booster pertama
          • Usia 14–16 minggu: Booster kedua
          • Setelah 1 tahun: Vaksin ulangan tahunan untuk menjaga kekebalan

          Namun, jadwal ini bisa berbeda tergantung kondisi kesehatan kucing, riwayat medis, dan rekomendasi dokter hewan.

          Apa yang Perlu Diperhatikan Setelah Vaksinasi?

          Setelah disuntik vaksin, beberapa kucing mungkin mengalami reaksi ringan, seperti:

          • Lesu atau mengantuk
          • Nafsu makan sedikit menurun
          • Bengkak ringan di area suntikan

          Hal ini normal dan biasanya hilang dalam 1–2 hari. Tapi jika muncul gejala serius seperti muntah hebat, kesulitan bernapas, atau pembengkakan parah, segera hubungi dokter hewan.

          Jangan lupa untuk selalu menjaga pola makan, kebersihan lingkungan, dan mengurangi stres pada kucing setelah vaksinasi agar daya tahan tubuhnya tetap kuat.

          Kapan Harus Membawa Kucing ke Dokter Hewan Pet Care?

          Kalau kamu baru saja mengadopsi kucing, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membawanya ke dokter hewan terdekat dengan menghubungi layanan call center Pet Care. Dokter hewan profesional akan memeriksa kondisi fisik, mendeteksi adanya parasit, serta menentukan jadwal vaksinasi yang tepat.

          Segera bawa kucing ke pet care jika:

          • Kamu belum tahu riwayat vaksinasi sebelumnya.
          • Kucing terlihat lemas, sering bersin, atau matanya berair.
          • Ada tanda penyakit lain yang mencurigakan.

          Dengan perawatan dokter hewan, kucing akan mendapatkan perlindungan optimal dari penyakit-penyakit berbahaya sejak awal masa adopsi.

          Jadi jangan ragu hubungi Pet Care sekarang!

          steptodown.com238444

          Cherry Eye pada Kucing: Penyebab dan Cara Mengatasinya

          Pernahkah kamu melihat kucing dengan bagian mata yang tampak merah menonjol keluar seperti daging kecil di sudut matanya? Kondisi itu dikenal dengan istilah cherry eye. Meskipun lebih sering ditemukan pada anjing, cherry eye ternyata juga bisa menyerang kucing. Kondisi ini bisa bikin pemilik kucing khawatir karena selain mengganggu penampilan, juga memengaruhi kesehatan mata si meong.

          Artikel ini akan membahas secara lengkap tentang apa itu cherry eye pada kucing, penyebabnya, gejalanya, hingga cara penanganan yang tepat agar kucing kesayanganmu bisa kembali nyaman.

          Apa Itu Cherry Eye pada Kucing?

          Cherry eye adalah istilah medis yang merujuk pada prolaps kelenjar air mata pada membran niktitans atau yang lebih dikenal dengan kelopak mata ketiga. Normalnya, kelenjar ini tersembunyi di bawah lapisan pelindung dan berfungsi menghasilkan air mata untuk menjaga kelembapan mata.

          Namun, pada kasus cherry eye, kelenjar ini keluar dari posisinya dan terlihat menonjol sebagai benjolan merah muda atau kemerahan di sudut dalam mata kucing. Karena bentuknya mirip buah ceri, maka disebut cherry eye.

          Meski tidak langsung mengancam nyawa, kondisi ini bisa membuat kucing merasa tidak nyaman, matanya kering, bahkan berisiko terkena infeksi jika dibiarkan terlalu lama.

          Penyebab Cherry Eye pada Kucing

          Cherry eye bukan penyakit yang muncul tanpa sebab. Ada beberapa faktor yang diduga menjadi pemicu munculnya kondisi ini, di antaranya:

          1. Kelemahan Jaringan Penyangga

          Kelenjar pada kelopak mata ketiga seharusnya ditahan oleh jaringan pengikat. Jika jaringan ini lemah, kelenjar bisa keluar dan tampak menonjol. Faktor keturunan atau bawaan lahir juga bisa memengaruhi kelemahan ini.

          2. Peradangan atau Infeksi

          Infeksi pada mata atau jaringan sekitarnya bisa membuat kelenjar membengkak, sehingga mudah keluar dari tempatnya. Peradangan kronis yang tidak diobati dapat memperburuk kondisi cherry eye.

          3. Cedera atau Trauma Mata

          Kucing yang sering menggaruk matanya karena gatal, terkena benda asing, atau mengalami benturan bisa mengalami cherry eye. Trauma semacam ini membuat kelenjar terdorong keluar.

          4. Faktor Genetik

          Beberapa ras kucing diduga lebih rentan mengalami cherry eye, terutama yang memiliki struktur wajah tertentu seperti Persia atau Himalaya. Namun, penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan untuk memastikan hal ini.

          Gejala Cherry Eye pada Kucing

          Gejala cherry eye biasanya cukup jelas terlihat secara kasat mata. Namun, selain benjolan merah muda yang menonjol di sudut dalam mata, ada tanda-tanda lain yang menyertai, seperti:

          • Mata berair berlebihan.
          • Kucing sering menggosok atau menggaruk matanya.
          • Kelopak mata tampak bengkak atau iritasi.
          • Mata tampak kering atau kusam karena produksi air mata terganggu.
          • Adanya cairan atau lendir yang keluar dari mata.
          • Kucing tampak tidak nyaman, sering menyipitkan mata atau menghindari cahaya terang.

          Jika gejala ini dibiarkan tanpa penanganan, bisa berujung pada masalah serius seperti infeksi kronis, ulkus kornea (luka pada permukaan mata), bahkan kerusakan penglihatan.

          Bahaya Cherry Eye Jika Tidak Diobati

          Beberapa pemilik kucing mungkin menganggap cherry eye hanya masalah penampilan. Padahal, dampaknya bisa lebih serius jika tidak segera ditangani.

          • Risiko infeksi meningkat karena jaringan kelenjar yang terbuka lebih mudah terkontaminasi bakteri atau debu.
          • Produksi air mata terganggu, sehingga mata kucing menjadi kering (dry eye) dan rentan mengalami luka.
          • Kerusakan permanen pada mata, jika terjadi infeksi berulang atau iritasi kronis.
          • Menurunnya kualitas hidup kucing, karena rasa sakit dan ketidaknyamanan yang dirasakan.

          Cara Mengatasi Cherry Eye pada Kucing

          Penanganan cherry eye sebaiknya dilakukan oleh dokter hewan. Jangan mencoba mendorong benjolan tersebut masuk sendiri, karena justru bisa memperparah kondisi mata kucing.

          1. Pemeriksaan Dokter Hewan

          Dokter akan memeriksa kondisi mata kucing untuk memastikan diagnosis cherry eye. Dari sini, dokter bisa menentukan apakah kucing membutuhkan obat atau tindakan operasi.

          2. Obat-obatan

          Pada kasus ringan, dokter biasanya memberikan obat tetes mata antiinflamasi atau antibiotik untuk mengurangi peradangan dan mencegah infeksi. Namun, obat hanya bisa membantu meredakan gejala, bukan menyembuhkan cherry eye secara permanen.

          3. Operasi (Surgical Repair)

          Jika kondisi cukup parah, dokter mungkin menyarankan operasi untuk mengembalikan kelenjar ke posisi semula. Operasi ini bertujuan menyelamatkan fungsi kelenjar agar tetap bisa memproduksi air mata.

          Pengangkatan total kelenjar jarang direkomendasikan karena bisa menyebabkan dry eye syndrome, kondisi serius yang membuat mata kucing kering permanen.

          4. Perawatan Pasca Operasi

          Setelah operasi, kucing biasanya membutuhkan waktu pemulihan. Pemilik harus rajin memberikan obat tetes sesuai resep, menjaga area mata tetap bersih, serta mencegah kucing menggaruk matanya dengan memasang Elizabethan collar (cone of shame).

          Cara Merawat Kucing dengan Cherry Eye di Rumah

          Selain perawatan medis, pemilik juga bisa membantu menjaga kenyamanan kucing di rumah. Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:

          • Menjaga kebersihan mata dengan kapas steril dan larutan khusus pembersih mata.
          • Memberikan makanan bergizi tinggi untuk mendukung sistem imun.
          • Menghindari lingkungan berdebu atau berasap yang bisa memperparah iritasi mata.
          • Rutin memeriksakan kondisi mata ke dokter untuk mencegah komplikasi.

          Apakah Cherry Eye Bisa Dicegah?

          Cherry eye tidak selalu bisa dicegah, terutama jika penyebabnya adalah kelemahan jaringan atau faktor genetik. Namun, ada beberapa langkah yang bisa membantu mengurangi risikonya:

          • Jangan biarkan kucing terlalu sering menggaruk atau mengucek mata.
          • Segera obati jika ada tanda-tanda infeksi atau peradangan mata.
          • Jaga kebersihan lingkungan agar mata kucing tidak mudah terkena debu atau kotoran.
          • Berikan asupan nutrisi yang baik, terutama vitamin A dan omega-3, untuk mendukung kesehatan mata.

          Kapan Harus Membawa Kucing Lumpuh ke Dokter Hewan?

          Jika benjolan merah terus mengeluarkan cairan terus-menerus, pemilih harus waspada. Segera periksa kucing Anda ke dokter hewan terdekat dengan menghubungi layanan call center Pet Care. Dokter hewan dari lokasi anda akan segera datang dan memberikan layanan terbaik.

          Jadi jangan ragu hubungi Pet Care sekarang!

          steptodown.com686780

          Penyebab Kucing Tiba-Tiba lumpuh dan Solusinya

          Melihat kucing tiba-tiba kesulitan bergerak, apalagi sampai lumpuh, pasti bikin hati pemiliknya campur aduk. Rasa panik, khawatir, bahkan tidak percaya bisa muncul begitu saja. Lumpuh pada kucing sebenarnya bukan satu penyakit tertentu, melainkan gejala yang menunjukkan ada masalah serius pada tubuhnya. Bisa jadi ada cedera, gangguan saraf, penyumbatan darah, atau penyakit lain yang menyerang sistem tubuhnya.

          Kelumpuhan pada kucing bisa bersifat sementara maupun permanen. Ada kucing yang bisa pulih kembali setelah perawatan, tapi ada juga yang tidak bisa berjalan lagi. Karena itulah penting banget untuk memahami apa penyebabnya, bagaimana gejalanya, dan apa yang harus dilakukan kalau kucing kesayanganmu lumpuh.

          Apa Itu Lumpuh pada Kucing?

          Lumpuh atau kelumpuhan adalah kondisi ketika kucing kehilangan kemampuan menggerakkan sebagian atau seluruh tubuhnya. Lumpuh bisa terjadi pada salah satu kaki, kedua kaki belakang, atau bahkan semua kakinya. Kelumpuhan ini biasanya berhubungan dengan saraf, otot, atau aliran darah yang terganggu.

          Ada dua jenis kelumpuhan pada kucing:

          1. Paraplegia → kelumpuhan yang hanya terjadi pada kedua kaki belakang.
          2. Quadriplegia → kelumpuhan yang memengaruhi keempat kakinya.

          Keduanya sama-sama serius dan membutuhkan penanganan medis segera.

          Penyebab Kucing Lumpuh

          Ada banyak faktor yang bisa membuat kucing kehilangan kemampuan bergeraknya. Berikut beberapa penyebab utama yang sering ditemukan:

          1. Cedera atau Trauma

          Kucing dikenal suka melompat dari tempat tinggi atau bermain dengan berani. Namun, kebiasaan ini kadang berisiko. Jika kucing jatuh dari ketinggian, tertabrak kendaraan, atau berkelahi hingga mengalami gigitan parah, tulang belakang dan sarafnya bisa cedera. Trauma semacam ini sering jadi penyebab kelumpuhan mendadak pada kucing.

          2. Gangguan Saraf dan Tulang Belakang

          Salah satu penyebab lumpuh yang sering ditemukan adalah hernia nukleus pulposus (HNP), yaitu kondisi ketika bantalan di antara tulang belakang bergeser dan menekan saraf. Tekanan ini bisa membuat kucing kehilangan kemampuan menggerakkan kaki belakangnya. Selain HNP, kerusakan sumsum tulang belakang karena peradangan atau infeksi juga dapat berujung pada kelumpuhan.

          3. Pembekuan Darah (Saddle Thrombus)

          Ini salah satu kondisi paling darurat pada kucing. Saddle thrombus terjadi ketika ada bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah besar di panggul. Akibatnya, aliran darah ke kaki belakang terhenti mendadak, sehingga kucing langsung lumpuh di kedua kakinya. Kondisi ini biasanya sangat menyakitkan, ditandai dengan kaki belakang yang terasa dingin, kaku, dan kucing mengeong keras karena kesakitan.

          4. Infeksi dan Radang

          Beberapa penyakit infeksi bisa menyerang saraf atau otot kucing. Misalnya Feline Infectious Peritonitis (FIP) yang menyerang sistem saraf, atau infeksi bakteri dan parasit seperti toksoplasma. Infeksi semacam ini tidak selalu langsung terlihat, tapi bisa menyebabkan kucing melemah hingga lumpuh.

          5. Tumor atau Pertumbuhan Abnormal

          Tumor yang tumbuh di tulang belakang, otak, atau jaringan saraf bisa menekan jalur saraf penting. Akibatnya, sinyal dari otak ke otot terhambat, sehingga kucing lumpuh sebagian atau total.

          6. Penyakit Bawaan atau Degeneratif

          Beberapa kucing bisa mengalami kelumpuhan karena penyakit bawaan atau degenerasi pada saraf dan ototnya. Meski jarang, kondisi ini tetap mungkin terjadi dan sering kali berlangsung kronis.

          Gejala Kucing yang Mengalami Lumpuh

          Kelumpuhan biasanya terlihat jelas, tapi ada juga tanda-tanda awal yang sebaiknya tidak diabaikan. Beberapa gejalanya antara lain:

          • Kucing berjalan pincang atau menyeret kakinya.
          • Kehilangan keseimbangan, sering jatuh, atau tampak goyah saat berjalan.
          • Salah satu kaki atau kedua kaki belakang terasa kaku atau lemas.
          • Tidak ada respon saat kakinya disentuh, dicubit, atau ditekan.
          • Kucing tampak kesakitan, mengeong terus, atau enggan bergerak.
          • Pada kasus saddle thrombus, kaki belakang terasa dingin, kuku pucat kebiruan, dan kucing kesulitan bernapas karena sakitnya luar biasa.

          Gejala ini bisa muncul mendadak atau perlahan, tergantung penyebabnya.

          Penanganan Kucing yang Lumpuh

          Kalau kucingmu tiba-tiba lumpuh, jangan menunggu terlalu lama. Segera bawa ke dokter hewan agar diperiksa penyebabnya. Dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan fisik, rontgen, USG, atau tes darah untuk mengetahui sumber masalahnya.

          1. Penanganan Medis

          • Trauma atau cedera → bisa memerlukan operasi, pemasangan penopang tulang, atau obat anti-inflamasi.
          • Pembekuan darah → diberikan obat pengencer darah, pereda nyeri, dan terapi darurat lainnya.
          • Infeksi → ditangani dengan antibiotik, antivirus, atau antiparasit.
          • Tumor → mungkin butuh operasi, kemoterapi, atau terapi paliatif.
          • HNP dan gangguan saraf → bisa ditangani dengan fisioterapi, operasi, atau obat-obatan.

          2. Perawatan di Rumah

          Selain perawatan medis, pemilik juga harus memberikan perawatan khusus di rumah, seperti:

          • Membantu kucing buang air jika tidak bisa sendiri.
          • Menjaga kebersihan tubuhnya dengan rutin membersihkan bulu dan kulit.
          • Memberikan alas tidur empuk agar tidak terkena luka tekan.
          • Memberi makanan bergizi tinggi untuk mendukung pemulihan.
          • Membatasi gerakan agar tidak memperparah cedera.

          Apakah Kucing Lumpuh Bisa Sembuh?

          Kesembuhan kucing lumpuh sangat bergantung pada penyebabnya. Jika disebabkan oleh cedera ringan atau infeksi yang bisa diobati, peluang sembuh cukup besar. Namun, jika sudah terjadi kerusakan saraf permanen atau saddle thrombus parah, kemungkinan sembuh sangat kecil. Meski begitu, banyak kucing lumpuh yang tetap bisa hidup nyaman dengan bantuan kursi roda khusus kucing atau perawatan penuh kasih dari pemiliknya.

          Cara Mencegah Kucing Lumpuh

          Tidak semua kasus lumpuh bisa dicegah, tapi ada beberapa langkah yang bisa mengurangi risikonya, seperti:

          • Menjaga kucing agar tidak berkeliaran di jalan raya untuk menghindari kecelakaan.
          • Memberikan makanan bergizi dan seimbang agar tubuhnya sehat dan tidak rentan penyakit.
          • Rutin memeriksakan kesehatan kucing ke dokter hewan.
          • Memberikan vaksinasi dan obat cacing sesuai jadwal.
          • Memastikan rumah aman dari benda berbahaya atau tempat berisiko jatuh tinggi.

          Kapan Harus Membawa Kucing Lumpuh ke Dokter Hewan Pet Care?

          Kadang pemilik kucing masih ragu, apakah kondisi lumpuh bisa ditangani sendiri di rumah atau harus segera dibawa ke dokter. Jawabannya, hampir semua kasus kelumpuhan pada kucing butuh pemeriksaan dokter hewan secepatnya. Jangan tunggu sampai kondisinya makin parah.

          Segera periksa kucing Anda ke dokter hewan terdekat dengan menghubungi layanan call center Pet Care. Dokter hewan dari lokasi anda akan segera datang dan memberikan layanan terbaik.

          Jadi jangan ragu hubungi Pet Care sekarang!